L U C A S #1
#1
------------------------------------------------------
Sekolah. Tempat yang
dituju saat bangun tidur. Tempat dimana normalnya orang-orang belajar
dan mengajar, dimana orang-orang bisa mendapatkan ilmu untuk bekal
setelah menjadi dewasa, saat sudah terjun ke masyarakat, agar bisa
menjadi kebanggaan nusa dan bangsa.
Hahaha Shit! Klise.
Bagi orang-orang yang
berantakan, Sekolah adalah tempat dimana bisa bersenang-senang.
Menjahili semua orang, tidur semaumu, jajan sesukamu, bermain sebebasmu.
Penjara dan Rumah.
Begitulah. Tetapi
saat-saat itu adalah saat yang akan kau rindukan. Benar-benar kau
rindukan. Skors, strap, menyalin berlembar-lembar, berdiri di depan
kelas, di luar kelas, di depan tiang bendera. Hahaha... Dan buat rusuh
saat jam kosong. Bernyanyi, tidur, bahkan sampai bolos pulang.
Sekolah. Dimana ada si
pintar dan si bodoh, si rajin dan si malas, si teladan dan si
berandalan, dan pasukan giat belajar juga pasukan giat tidur.
Itulah sekolah. Antara kelas dan kantin. Aula dan kantor guru. Lapangan dan laboratorium.
Sekarang bagaimana sekolahmu? Aksimu?
------------------------------------------------------
Lucas.
Pria ini sudah
meregangkan ototnya, mundur pelan mengambil ancang-ancang sebelum
akhirnya... Hap! Tangannya meraih ujung tembok tinggi dan mengatrol
tubuhnya agar naik ke atas, berdiri melihat sekolahnya dari arah samping
belakang sebelum akhirnya turun. Pendaratan yang selalu sempurna. Dia
tidak pernah mengalami kesulitan sedikitpun. Baginya melakukan ini sudah
sepertu bernafas, terlalu mudahnya. Jiwa panjat-panjat, lari kencang
dan buat rusuh mungkin satu paket kelebihan yang dia punya tapi tidak
diakui orang lain. Ah mereka hanya kurang pecus mengurus anak ini.
Berdiri. Terdiam
sebentar menata seragamnya agar tidak kusut. Kemeja sekolah dengan
kancing terbuka semua menampilkan kaos putih di dalamnya. Tas
menggantung di bahu kiri, rambut berantakan dan tindik hitam kecil di
telinga kirinya.
Berjalan santai melewati
gudang tua yang sudah tidak terpakai. Untuk anak sepertinya, masuk
sekolah melewati pintu gerbang depan sudah sangat mainstream, jadi
karena dia penganut anti mainstream dan agak gila, jadi memutuskan lewat
belakang meskipun panjat-panjatan. Anggap saja latihan fisik kalau
nanti bisa ikut militer membela nusa dan bangsa. Indonesia tercinta.
Langkahnya terhenti saat
mendengar sebuah percakapan, lebih tepatnya perdebatan. Wanita. Aish~
kenapa wanita selalu identik dengan koar-koar membentak seperti baru
saja makan toa. Untuk apa juga bertengkar di tempat seperti ini, kalau
ternyata teriakannya juga bisa terdengar jauh. Bodoh!
Awalnya ingin sekali
mengabaikan. Tetapi dia belum sarapan apapun pagi ini. Acara gosip di tv
sangat murahan. Jadi apa salahnya jika mengganjal perut sekarang.
Berbalik dan berjalan mengendap-endap melongokan kepalanya melihat
sepasang kekasih yang segera akan ganti gelar menjadi jomblo.
Aaaaah~ mengerti sekarang
Terlihat si Pria
berusaha mengontrol si kekasih di depannya. Membentak. Mencaci. Ckckck~
Lucas menggeleng miris, merasa kasihan. Meskipun hidupnya jauh lebih
kasihan tetapi setidaknya dia bisa menikmati hidup dengan tertawa dan
melakukan hal lain. Bukan seperti mereka. Justru terlihat seperti orang
tuanya di rumah yang sering bertengkar. Lupa kalau masih punya dedek
kecil ini.
Melipat tangannya di
dada dan menyandarkan lengannya ke tembok, Lucas menikmati sarapan
paginya dengan berbagai macam ekspresi yang dibuat-buat. Sesekali
menggeleng, mengangguk dan murung. Bahkan keningnya berkerut.
Prok.. prok.. prokk
Dia memberikan applouse atas drama termewek-mewek di depan matanya tepat saat itu si Pria hampir menampar kekasihnya.
Memasukkan tangannya ke
saku, dia berjalan mendekati pasangan itu. Mengamati mereka saksama
secara bergantian, tanpa dosa karena sudah mengganggu.
Lucas dengan muka
bodohnya, pura-pura tidak menyadari tempatnya. Dia bisa melihat Si
wanita sudah merinding ketakutan, entah karena aksi gagal menampar atau
karena keberadaannya dirinya disini.
Ah kasihan. Lucas tidak tegaan jadi Pria.
Dia juga melirik badge
kelas yang ternyata juniornya. Kasta paling rendah, tapi saat ini berani
terang-terangan menatapnya. Woah.. menakjubkan.
Lucas berdiri agak
membungkuk mensejajarkan tubuh mereka. Terkadang memiliki tubuh yang
terlewat tinggi itu menyebalkan. Dia harus merendah agar bisa menatap
lawan bicaranya, soalnya tidak masuk akal jika menyuruh orang lain naik
kursi dulu biar enak dan sejajar dengannya.
"Kalian sengaja ya
berantem di depanku? Mau pamer kalau sebenernya kalian pacaran? Mau
pamer kalau putus itu lewatin fase ini? Mau menyindir ya mentang-mentang
aku jomblo? Berani ya kalian ini."
Ini bukan marah. Tapi
curhat. Lucas hampir tergelak melihat ekspresi juniornya yang jadi
heran, bingung, kesal, seperti baru saja bertemu alien paling aneh.
"Woi! Lucas! Dicariin
juga. Ayo buruan masuk kelas. Ngapain sih? Keburu ada Bu Endang." Aditya
salah satu sohibnya, best friend forever lah, sudah muncul dengan wajah
kesalnya. Yap, dia dapat tugas mengamankan jalan masuk menuju kelas
agar tetap aman tentram dari Bu Endang.
Bu Endang itu makhluk
paling kepo dan suka ikut campur, paling sensitif sama Lucas. Pokoknya
paling tidak suka lihat Lucas bahagia dengan hiburannya yang ekstrim.
Beliau ini mirip Cik gu di Upin Ipin. Itu lho kartun malaysia yang
bercerita tentang sepasang anak kembar yang hidup dengan Opah super baik
dan Kak Ros yang mirip mak lampir. Galaknya gila-gilaan. Orangtuanya?
Gaje. Masih misterius. Belum terdeteksi. Masih proses. Soalnya dari seri
pertama sampai punya baju baru, tidak disebutkan siapa sebenarnya kedua
orangtua si kembar botak ini. Bu Endang juga tidak mirip Cik Gu Jasmine
yang cantik jelita dan baik hati yang sepertinya juga masih jomblo.
Tetapi Bu Endang itu mirip Cik Gu besar. Itu lho si KepSek serba pink
yang badannya mirip Mrs. Puff di Spongebob. Kartun lagi.
"Woi Lucas! Malah ngalamun!" Aditya kembali teriak.
"Mereka menyindir, mentang-mentang pacaran. Berantem di depan jones nih."
"Ah baper! Ayo buruan. Biarin aja. Masih bocah juga. Nanti kita panen cewek."
Lucas mengangguk menyetujui mendengar balasan temannya. Lalu kembali menatap sepasang juniornya.
"Lanjutin deh. Anggap saja tadi iklan. Biar tidak bosen. Ftv aja ada iklannya."
Tanpa permisi Lucas berjalan meninggalkan mereka.
------------------------------------------------------
Hening. Mengantuk. Entah
sudah beberapa kali Lucas menguap dan kepalanya terayun-ayun siap
tumbang tergeletak di meja. Suara Bu Mega sudah seperti nyanyian surgawi
yang menentramkan. Bagaimana tidak? Ini baru pukul 9 pagi dan dia sudah
tidak kuat membuka matanya.
Teman sebangkunya,
Dareen juga sudah menopang kepalanya agar tetap berdiri kokoh. Untuk
murid normal lainnya, Bu Mega cukup galak tapi tidak berbahaya. Beliau
masih standart guru biasa tidak termasuk golongan senior ataupun killer.
Tapi cukup ditakuti.
Pelajaran sejarah yang
menjelaskan persiapan kemerdekaan Indonesia yang sudah Lucas pelajari
sejak dari sekolah dasar, dilanjut menengah pertama dan sekarang
menengah atas juga mempelajari dr. Rajiman Wedyodiningrat dan
kawan-kawan.
Sohyun yang cantik
seperti peri hutan. Dress putih berjalan dengan anggun. Rambut dihiasi
apalah itu namanya seperti akar-akaran dengan dedaunan. Tersenyum
seperti dewi, mendekat.. semakin mendekat..
Jdug!!
Kepalanya berbenturan dengan tong kosong milik Dareen yang sama kerasnya.
"Heh! Jangan tidur dong," bisik Lucas mengusap kepalanya efek benturan tadi.
"Yee,, kau sendiri tidur." Balas bisik Dareen mengusap kepalanya juga.
Lucas nyengir "Abisnya ngantuk."
"Ya.. sama." Darren siap cari posisi tidur lagi, tapi segera disenggol Lucas.
"Apa sih?"
"Jangan tidur!"
"Aduh Luc.. sumpah ya Bu Mega kali ini sangat membosankan. Lagipula kau juga tumben diam saja."
"Iya juga ya.."
"Nah iya."
"Oh ya, kau bawa snack atau apa gitu?" Tanya Lucas.
"Kenapa? Laper?"
"Obat biar melekkin mata satu kelas. Hitung-hitung pahala."
Darren mengangguk mengerti. Segera dikeluarkan keripik singkong paling krispi. Krenyess pokoknya.
Suara sobekan ditengah
suasana kelas yang mencengkam tentu buat beberapa orang mengangkat
kepalanya dari meja dan mencari sumber suara.
"LUCAS!!" suara menggelegar Bu Mega hampir merobohkan atap kelas saat tahu murid didikannya sudah tenggelam dalam cemilannya.
Murid yang dimaksud
hanya balas menatap tanpa rasa takut, bahkan masih menikmati keripik
singkong Dareen, sedangkan pemiliknya menunggu apa yang akan terjadi
selanjutnya.
Beberapa orang
menggelengkan kepala sudah biasa melihat tingkah kunyuk satu ini. Tetapi
entah kenapa guru-guru tidak terbiasa juga. Mereka seakan kelebihan
energi terus menerus marah, membentak, memukul, menghukum dan hal-hal
yang tidak mungkin bisa menghentikan Lucas.
Semakin dilarang, Lucas
semakin menantang. Semakin ditahan, Lucas semakin memberontak. Anak
ajaib seperti dia itu sulit dipahami. Ada baiknya diabaikan. Biar
berkreasi sesuka hatinya sendiri. Tetapi begitulah. Para Guru masih
optimis untuk merubah Lucas dari Bad Boy menjadi Good Boy. Dari
berandalan menjadi teladan.
"Apa kau sadar apa yang sedang kau lakukan di kelas saya, Lucas?!" bentak Bu Mega tertahan.
"Makan." jawab Lucas santai.
"Siapa bilang boleh makan di jam pelajaran?" geram Bu Mega.
"Habisnya laper, Bu. Ya enggak, Ren?" Lucas melirik temannya yang sudah sejak tadi menahan tawa.
"Yoi, Luc!"
"Dareen!!" kini Dareen sasaran berikutnya.
"Makan itu nanti waktu jam istirahat!"
"Istirahatkan buat tidur, Bu."
"Ngapain kamu tidur di sekolah?"
"Biar tidak marah-marah seperti Ibu."
Dareen menyikut Lucas, takut kalau saja anak ini lupa diri.
"Kamu kurang ajar ya?!"
"Makanya saya sekolah,
Bu." Lucas tersenyum. Klimaks yang baik. Dipastikan teman sekelasnya
sekarang sudah bangun semua. Wah panen pahala.
Bu Mega yang sudah
kepalang tanggung marah sampai ubun-ubun mengemasi buku-bukunya,
disambut dengan tatapan berbinar murid lainnya. Waktu mengajar masih
lama, dan Guru itu memutuskan tidak melanjutkan pelajaran karena Lucas.
Ini namanya rejeki nomplok bagi siswa sebangsa Lucas, tetapi bagi siswa
teladan ini neraka karena tukang rusuh itu menghambat belajar mengajar.
"Ibu mau kemana? Mau saya antar?" tawar Lucas tersenyum tulus.
"Sekarang pilih Ibu yang keluar apa Lucas yang keluar?!"
Benar-benar marah. Semua
mata tertuju pada Lucas dan Bu Mega secara bergantian. Hening beberapa
detik sampai Lucas akhirnya membuka suara.
"Ibu lanjutkan saja. Biar saya yang keluar.." tandas Lucas.
"Yah Luc, sendirian dong." Dareen mengeluh.
"Tenang! Meskipun kita berjauhan, hati kita tetap menyatu. Asal jangan godain Bu Mega! Pikirin perasaan ayang ini nih."
Seluruh kelas sudah
tidak bisa menahan tawanya di iringi dengan flying kiss Lucas dan di
tangkap Dareen lalu di letakkan di dadanya, tepat di jantungnya.
Bu Mega hanya
geleng-geleng sudah tidak mengerti mau bagaimana lagi menghadapi murid
ajaibnya yang satu itu. Digalaki tidak mempan, dihukum apalagi.
Lama-lama seluruh guru bisa pensiun muda karena darah tinggi atau
parahnya serangan jantung.
Lucas menuruni tangga
menuju lapangan basket in door. Daripada di UKS lebih baik dia memilih
lapangan basket yang sudah dia ketahui kosong. Di UKS sama saja dia
mencari masalah baru dengan guru piket. Disangka bolos lah, ini lah, itu
lah. Kenapa guru selalu berfikiran buruk tentangnya? Sangat
disayangkan.
Dihempaskan tubuhnya di
lapangan dan menutup mata. Dia masih ingat kemarin saat bertemu dengan
seorang gadis. Gadis itu malu-malu, takut dan bersemu.
Hahaha Lucas yakin hampir saja kelepasan tertawa ngakak kalau saja dia tidak sadar tempat. Polos. Gadis polos.
"Yak!! L..." Lucas
membentak marah saat membuka mata sudah ada tubuh membungkuk ke arahnya
dengan muka datar, tidak terpengaruh dengan bentakan Lucas.
"Apa lagi sekarang?"
"Apanya yang apa?" Lucas pura-pura tidak mengerti.
"Bolos?"
Lucas nyengir menampilkan deretan giginya. "Ini bolos legal."
Ck! L membaringkan tubuhnya disamping Lucas. "Bisa tidak jangan buat rusuh dan membuatmu terlihat buruk?"
"Kau mengkhawatirkanku sekarang?"
"Aku tidak suka kita dibanding-bandingkan." jelas L.
"Dengar L, apa jadinya
dunia ini hanya diisi orang sepertimu? Dingin? Datar? Lurus? Dan
membosankan? Lagu disebut lagu karena terdiri dari rangkaian nada yang
berbeda. Pelangi disebut pelangi karena terdiri dari warna yang berbeda
dan dunia..."
"Cukup," potong L semena-mena. "Aku bisa mual jika kau teruskan."
"Ck! Bocah ini."
Hening...
"Lalu kau? Bolos?" kini Lucas yang bertanya.
"Kau gila?"
"Hahahaha" Lucas tahu itu tidak mungkin.
"Aku sudah selesai ulangan terlebih dulu dan boleh keluar."
"Woaaaah.. kau belajar
dengan baik, adik manis." Lucas mengacak rambut L gemas membuat L
meradang dan meninju perut Lucas, tidak keras tapi Lucas yang terlalu
berlebihan menerimanya membuatnya mengaduh seperti orang yang kesakitan.
Aksi balas, saling pukul
tidak terhindarkan. L terus menghajar Lucas dan Lucas terus mengaduh
dan membalas. Tertawa, bercanda melupakan semua beban yang mereka pikul.
Karena tidak tahu lagi kapan mereka bisa tertawa seperti sekarang,
bersama-sama.
------------------------------------------------------