WOLF #3
#3
------------------------------------------------------
Semua orang
memandangnya. Semua orang memperhatikan gerak-geriknya. Secara
diam-diam, tidak terang-terangan kecuali memang lebih hebat dan kuat
berani adu jotos dengan salah satu dari wolf. Mata yang
tajam dan saling berbisik. Kantin yang ramai berubah menjadi pemakaman
tua yang menyeramkan. Tidak ada suara apapun, bahkan untuk jalan kaki
saja siapapun harus menahan kakinya untuk tidak membuat kegaduhan.
Kris menenteng nampannya
lalu berlalu melewati beberapa blok meja begitu saja, tidak
memperdulikan apapun. Matanya tajam dan kosong, terlihat dia tidak
pernah menyukai situasi apapun di sekolah. Sedangkan Kai dan Luhan
memainkan apel mereka sambil menggiringku yang berjalan seperti siput
tua.
"Apa kau keluarga bangsawan?" Tanya Luhan meletakkan nampannya di meja sebelum menarik kursi dan duduk dengan nyaman.
Kai yang baru saja menarikkan kursi untukku hanya mengangkat alis dan duduk di kursinya.
"Apa maksudmu?"
"Kau berjalan sangat lemah lembut seperti bangsawan..." jelas Luhan. "Yang kelaparan." imbuhnya.
Aku mendengus sebal. "Aku rakyat jelata yang kelaparan."
"Rakyat jelata yang cantik." Kini Kai bersuara membuat pipi ku merona. Ya Tuhan.
"Jangan menggodanya,
Kai." Aku tersedak dari minumanku saat Kris dengan suara beratnya dan
garpu tepat di depan wajah Kai siap mencongkel dua bola mata itu dari
kelopaknya.
Kai menampik tangan Kris tidak takut sama sekali.
"Hana yang mudah tergoda."
"Yak!" Teriakku tidak terima meskipun itu benar.
Sesaat aku benar-benar lupa dimana aku sekarang. Mereka selalu tahu bagaimana membuatku rileks dan jangan pedulikan apapun.
Luhan sudah menghabiskan
hijau-hijauannya seperti kambing sedangkan aku baru memakan separuh
dari isi piringku. Kai hanya makan apel, itu mengingatkanku pada Ryuk,
dewa kematian di death note yang hanya mengkonsumsi apel.
Kris fokus dengan ponselnya sambil menungguku selesai makan.
"Maaf, makanku sangat lama."
"Tidak masalah! Makanlah seperti biasa. Masih ada banyak waktu." Kris menimpali tanpa menoleh.
Aku menggulung pasta ku
dengan garpu sebelum lolos masuk kerongkongan. Sambil mengunyah, aku
melihat sekeliling. Siluet itu datang. Saat aku di bully dengan kaki
dimana-mana membuatku jatuh tersungkur dengan makanan yang berserakan
dimana-mana. Bagaimanapun caranya mereka membuatku kotor dengan saus
atau lainnya. Jika tidak, mereka akan menyuruhku duduk diperlakukan
bagai boneka.
Huh, aku menghela nafas berat.
"Makan dan jangan pikirkan apapun." Kris lagi masih tidak memperhatikanku.
Dia peduli. Meskipun
terlihat paling cuek tapi sebenarnya dia lah yang paling peka. Dia
memang lebih pendiam, lebih dingin dan tidak tersentuh.
"Aku mengerti."
Kris, dia sangat dewasa.
Dia kakak bagi Kai dan Luhan. Dia melindungi dan menjaga. Dia
bertanggung jawab dari semua kekacauan yang mereka buat. Aku hanya tahu
itu. Belum banyak. Tapi aku sungguh kagum dengannya. Seluruh
kepribadiannya.
"Kenapa kau membantuku? Kenapa kalian menolongku?"
Saat ini kami sedang
berada di istana si jenius Luhan. Benar,benar istana dalam arti yang
sebenarnya. Rumahnya bergaya klasik tua tapi modern. Ala ala kayu dengan
interior coklat dan cream yang menyatu.
Kris duduk dilantai beralas bulu-bulu halus membentang luas dengan mata terpejam. Apa dia tidur dan tidak mendengarku?
"Karena kau spesial."
Hanya itu. Tidak ada embel-embel lain.
"Kris, beri aku..."
"Kau! Hanya kau yang
berani menatap kami, melawan kami. Aku tidak tahu apa kau begitu kutu
buku sampai tidak mendengar kabar tentang kami. Tapi jelas kau tidak
takut dengan kami. Cukup?" Dia sudah menatapku agak kesal karena
menyuruhnya banyak bicara.
"Sesederhana itu?"
"Berharap lebih? Apa kau secantik Bella Swan sehingga membuat Vampire dan Werewolf menyukaimu?"
Aku mendengus. "Bukan seperti itu juga."
"Hei.. hei.. ada apa
ini? Apa yang baru saja kalian bicarakan tanpa aku?" Kai datang setelah
ganti baju memakai salah satu pakaian Luhan yang agak kurang pas
ditubuhnya.
"Kau mau jadi lontong dengan pakaian seperti itu?" Komentar Kris, tepat seperti apa yang aku bayangkan.
"Lontong?" Kai berfikir sebentar. "Apa itu lontong?"
"Tanya google sana."
Kini aku yang berkomentar sambil tertawa melihat Kai yang memang
terlihat semakin kekar. Mungkin bagi gadis lain, ini seksi karena
ototnya tercetak sempurna. Tetapi tidak denganku.
"Yak! Berhenti tertawa, Hana. Atau kau ada dalam masalah." Dia mengancam ku dan gagal. Aku tertawa lebih keras.
Berlari dan bersembunyi
dibalik tubuh Kris mencari aman. Awalnya aku kira Kris akan marah saat
setelah meletakkan ponselnya, tetapi dugaanku salah. Dia berdiri dan
nelindungiku dari Kai. Sambil berpegangan erat pada seragamnya yang
pasti akan menimbulkan bekas, aku mengikuti kemanapun Kris melangkah
agar tetap berada dibelakangnya.
Kai tidak tinggal diam.
Dia meminta Luhan membantunya yang sejak tadi hanya diam saja. Kami
terkepung. Kris ganti memelukku menghalau mereka yang mau menyentuhku.
Rasanya menyenangkan. Untuk pertama kalinya aku seakan memiliki
segala-galanya di hidupku. Pertemanan, kepedulian, kesetiakawanan,
kekuatan, kasih sayang, saling menjaga. Aku beruntung memiliki mereka.
"Kris menyukaimu."
Aku tersentak dengan apa yang baru saja ku dengar.
"April mop!" Balasku mengabaikan. "Leluconmu berhasil membuatku terkejut, Luhan."
Sedangkan pria imut yang ada di depanku menatapku dengan pandangan wanita-jenis-apa-dia-ini.
"Ini bulan Januari, Hana. Jangan konyol!"
Aku meringis sambil menggaruk belakang kepalaku, tidak gatal. "Januari mop."
Luhan memutar bola matanya menanggapi kekonyolanku.
"Lupakan! Kau pasti karena tidak ingin membahasnya."
Aku mengangguk. "Aku hanya tidak ingin besar kepala. Kalian menjagaku dan Kris tidak mungkin menyukai ku."
Luhan mengangkat bahu. "Aku juga berfikir begitu. Mana mungkin Kris menyukaimu -emm maksudku- kau bukan tipenya."
"Hei! Sudahlah. Aku
tahu. Kau tidak perlu merasa tidak enak." Meninju lengan itu pelan.
"Atau jangan-jangan kau yang menyukaiku?"
"Apa kau pintar? Aku suka gadis pintar dan tidak jadi bahan bully."
"Aish! Kenapa kau jujur sekali." Teriakku.
"Kenyataan itu pahit."
"Aku tahu! Dasar Luhan sadis."
"Tapi aku manis."
Dia tertawa, aku pun
juga. Ada alasan kenapa kami bertemu, dan apapun itu. Aku bersyukur
karena mereka menerimaku. Meski terkadang Luhan bermulut sangat pedas,
tetapi dia tidak bertujuan untuk melukai siapapun. Meski Kai sangat
kasar dan suka main kekerasan, tetapi dia pria yang menawan. Dan Kris
meski dia sangat misterius, tetapi dia lah titik dari kesempurnaan.
Aku berharap
persahabatan kami tidak saling menyakiti. Dan aku harus berusaha agar
pantas menjadi teman mereka. Aku tidak akan menyusahkan dan membuat
mereka terbebani. Aku tidak ingin kehilangan satu ataupun mereka semua.
Aku akan jadi gadis baik yang mereka jaga. Bukan gadis lemah.
------------------------------------------------------