L U C A S #8

1:13 AM 0 Comments A+ a-

#8


 ------------------------------------------------------
Inilah suasana sekolah yang mungkin diharapkan seluruh guru dan siswa. Tenang, damai, tidak ada keributan. Biang onar yang biasa buat masalah, memecahkan suasana damai, membuat huru hara dan keramaian sana sini bolos dari jam pertama. Motor kesayangannya si sacul yang biasa terparkir persis disebelah pos mangkal pak satpam dan si empu yang duduk di atasnya saat madol, tidak nampak dimanapun. Tapi kali ini memang suasana kelas dan koridor sepi. Tidak ada tanda-tanda keributan atau akan terjadi keributan seperti kemarin. Semua tenang. Mengherankan memang. Tidak biasanya. Semenjak seorang anak bernama Leonidas Van Lee terdaftar sebagai siswa di sekolah ini, tidak terlewatkan satu hari sekolah tenang kecuali memang seperti sekarang, bolos. Sayangnya dia bukanlah tipe yang suka bolos. Meskipun telat, meskipun dilarang masuk karna telat, tetapi selalu ada alasan yang bisa membuatnya masuk duduk di bangku kelasnya dan mulai melancarkan aksi-aksi rusuhnya dengan teman-temannya.

Ara yang kebetulan berangkat agak siang, was-was kalau saja dia bertemu dengan kakak kelasnya itu dan membuatnya harus bersitegang jadi tontonan publik, lagi. Tapi dia hanya melihat Dareen yang memang selalu menemani Lucas kemana-mana. Dia juga tidak melihat kehadiran orang yang sering kali membuatnya deg deg an dan bersemu merah.

Sampai istirahat dia tidak bertemu dengan keduanya. Diketahui bahwa Lucas, L, Hazel dan Dareen sering menghabiskan waktu istirahatnya di kantin kelas sepuluh daripada di kantin seangkatannya. Tidak ada yang melarang. Memang siapa sih adik kelas yang bisa melarang? Bu Endang yang merupakan Badan Kesiswaan saja dibuat mencak-mencak karna Lucas cs.

"L tidak masuk ya?" Suara seorang gadis dengan gemericik air kran menandakan dia sedang membasuh tangan.

"Memang. Tadi aku lewat depan kelasnya ingin lihat ice prince, malah tidak ada huh," gadis lain menimpali dengan helaan nafas bosan.

Ara yang masih di salah satu kubik toilet, diam saja. Tidak ada maksud untuk menguping tetapi telinganya entah kenapa jadi begitu sensitif dan memutuskan untuk diam saja.

"Lucas juga tidak masuk."

Tuh kan bener. Jadi si kembar sama-sama madol.

"Tidak biasanya ya mereka kompakan," gadis lain menanggapi dengan geli sebelum terdengar lagkah kaki mulai menjauh.

Hening.

Kenapa ya mereka bolos?

Ara mengetuk kepalanya sendiri. Apa sih pedulinya? Mau masuk atau tidak bukanlah urusannya.

Saat dia membuka pintu kubik, justru orang yang dicari-cari nongol di depan mata.

"Loh kak?" Kaget. Bingung. Sial. Mampus.

"Sssstt!!" Telunjuknya buru-buru menekan bibir Ara. "Jangan keras-keras. Bukan apa-apa tapi bisa jadi kenapa-kenapa kalau tahu aku disini. Berdua lagi."

Mulai deh. Apaan sih.

Ara menampik telunjuk Lucas kasar karena tidak segera menyingkir dari bibirnya. Dibalas dengan tatapan geli.

"Hari ini kau bebas. Aku ada urusan."

Ara mengedipkan matanya.

"Besok ketemu kok. Jangan pasang muka sedih dong. Jadi tidak tega."

Idiiiih. Ara menatap Lucas dengan tatapan tersadis tetapi justru membuat Lucas tertawa bukannya takut.

"Kenapa tertawa? Kalau mau bolos ya bolos aja. Aku justru sangat bersyukur akhirnya kebebasan itu ada. Senang hahaha sangat senang."

"Oke." Lucas mengangguk. Diam. Mengetuk ubin dengan sepatunya selama beberapa saat.

Ara semakin was-was. Dia lebih suka Lucas yang bar-bar dengan cengiran geli daripada diam-diam mematikan seperti sekarang. Awalnya pria itu balik badan menghela nafas panjang sebelum akhirnya berbalik dan membuka kubik toilet tepat dipunggungi Ara.

"Masuk ya. Biar aman." Halus tapi tahu makna didalamnya.

Menuntun bahu Ara mundur dan kembali duduk di tempat semula. Tatapan Lucas tidak berpaling dan tetap meraih kedua bahu Ara. Dengan punggung yang dibungkukan membuat tubuh menjulangnya merendah, didekatkan wajahnya pada gadis itu. Wajah yang cemberut dan mata memerah marah serta bibir yang terkatup rapat, dia tahu Ara pasti sangat membencinya. Dia kembali menghela nafas panjang.

"Mau sampai kapan terus seperti ini?" Tanyanya dengan suara pelan.

Ara diam saja.

"Aku kurang apa hm? Atau sudah ada orang lain?"

Lagi-lagi Ara diam saja. Gangguan Lucas setiap hari membuatnya tidak bisa menemukan secuil apapun lagi hal baik dari pria ini.

Dia menatap Lucas terang-terangan menunjukkan rasa muak dari kedua matanya.

Lucas tersenyum. "Nanti lelah lho."

Kali ini Lucas benar-benar melunak. Suasana hatinya memburuk dan sebenarnya dia butuh sandaran dan tempat pelarian, tetapi orang yang dia datangi justru membencinya dan menanam ranjau yang bisa meledakan dirinya kapan saja.

Tetap tidak ada reaksi dan kini diperparah dengan Ara yang membuang muka. Ditunggu beberapa menit sampai Lucas yakin emosinya masih di tempat yang tepat, tangannya mengusap puncak kepala Ara. Seketika Ara mengelak, tetapi Lucas mencengkeram kepala itu membuatnya kembali menatapnya.

"Jangan kamu kira, aku akan diam." Belum selesai. "Kamu terus melawan, itu justru membuat semuanya menjadi semakin menarik, kan?"

Ara masih diam sampai Lucas mendekatkan wajahnya ke arah telinganya.

"Aku telah jatuh cinta padamu. Kau harus tahu itu."

Lucas menjauhkan tubuhnya dan kembali menegakkan tubuhnya. Mengusap kepala Ara pelan.

"Paham kan?" Nada suaranya kembali normal. Dia menatap Ara sekilas untuk disimpan disalah satu memorinya.

Lucas membuka pintu dan berjalan keluar dengan santai, meninggalkan Ara yang semakin muak dan terus memberinya tatapan benci.

Arght!! Dia menendang pintu dengan kasar.

Tanpa dia sadari Lucas masih berdiri di luar dan melarang siapapun untuk masuk toilet. Mendengarkan setiap amarah Ara dan seluruh cacian yang ditujukan untuknya. Dia diam saja, tersenyum tipis.

Dia menegakkan kepalanya melihat Aditya yang melihat ke arahnya, agak khawatir. Dasar anak itu. Dareen memberinya tatapan penuh tanya. Bagaimana dan kenapa? Lucas hanya mengangkat jempolnya. Cukup.

Dia tahu dia pasti ditolak, apalagi lawannya adalah L, orang yang dianggap sempurna. Tetapi dia tidak siap dan tidak akan pernah siap. Bagaimanapun juga, dia harus mendapatkan Ara. Mencuri perhatian gadis itu, membuat gadis itu terus mengingatnya, meskipun dalam benci. Dia tidak boleh kalah dengan L. Dan dia harap L tidak melewati batas, sehingga bom waktu itu tidak benar-benar menghitung mundur sebelum akhirnya meledak.

Dia tidak pernah ingin berada diposisi dimana dia harus melawan saudara sendiri. Dimana dia merebut apa yang L punya atau sebaliknya. Merebut prestasi yang L miliki atau sebaliknya. Dia ingin mereka berdua berotasi di jalur masing-masing tanpa harus menyinggung atau bertubrukan. Dia hanya punya L yang memahaminya dalam diam. Jadi dia takut L lompat garis dan menarik ujung tangan Ara sedangkan tangan satunya, ada pada genggamannya.

 ------------------------------------------------------

Hai \m/ Omega here. Glad to know you guys. Enjoy with me OK!!