L U C A S #3

8:37 PM 0 Comments A+ a-

#3

 ------------------------------------------------------

Siapa dibelahan sekolah ini yang tidak mengenal Lucas? Bukan orang pintar dengan segudang prestasinya, bukan orang penting dengan jabatan dan dedikasinya, juga bukan orang yang disayang guru. Dia hanya terkenal. Banyak orang mengenalnya. Dari guru, senior, junior, sampai teman seangkatannya semua pasti kenal Lucas. Terkenal karena baik? Kau bercanda? Mana ada orang baik yang ditakuti semua orang? Lebih tepatnya menghindar atau kau dapat masalah.

Lucas, dia si biang onar, si pembuat masalah, si otak payah karena gerak tangannya lebih cepat dari isi kepalanya. Dia tidak akan segan-segan menghabisi siapapun dan dimanapun yang membuat masalah dengannya. Dia tidak pernah takut untuk dihukum atau parahnya dikeluarkan dari sekolah. Dia tidak takut dicap bermasalah, karena memang sejak awal dia sudah sangat bermasalah. Dia tidak takut hancur, karena sudah seperti katanya.

"Luc, aku mengerti kenapa kau seperti sekarang. Apa kau tidak lelah terus membuat dirimu bermasalah? Apa kau tidak takut..." Dareen menatap sahabatnya yang lebih memilih menginap di rumahnya daripada pulang ke rumah.

"Apa yang perlu aku takutkan? Toh aku sudah lama hancur."

Dareen hanya menghela nafas. Ya memang benar. Hancur. Semua yang ada di rumah dan hidup Lucas sudah hancur. Keluarga yang berantakan, perhatian yang nol besar, pemberontakan dimana-mana, hati yang tidak kalah hancurnya. Mau apa lagi?

Bel pertanda istirahat sudah berbunyi. Berjalan santai dengan sedikit gerakan merilekskan otot akibat tidur dalam keadaan duduk dengan Hazel dan Dareen dibelakangnya berjalan mengekor menyusuri koridor kelas menuju kantin.

Orang yang awalnya menghalangi jalan, seketika membelah teratur seperti sudah diatur tanpa perlu dikomando. Aksi sikut menyikut membuka jalan bagi tiga makhluk yang sudah sangat dikenal. Hazel, merupakan satu-satunya gadis yang bisa masuk dikehidupan Lucas, bereksplorasi bebas tanpa canggung. Dan Dareen, semua sudah tahu kalau Dareen seperti soulmate yang selalu mengikuti kemanapun Lucas pergi. Dimana ada Lucas, disitu pasti ada Dareen. Ya seperti itulah pertemanan mereka.

Setelah memesan makanan dan membawa semangkok bakso masih dengan Hazel dan Dareen, berjalan menuju meja mereka, tempat biasa mereka habiskan saat di kantin bersama.

Lucas berhenti sebentar menyipitkan matanya melihat seseorang dengan lancang sudah menduduki kursinya. Dareen yang tepat dibelakangnya, melongok heran dengan apa yang Lucas lihat sampai membuatnya berhenti.

Gadis itu lagi.

Lucas melangkahkan kakinya lalu menendang meja di depannya sehinga menimbulkan goncangan kecil tapi menimbulkan efek besar bagi seluruh kantin. Kedatangannya di kantin saja sudah jadi pusat perhatian, apalagi ditambah dengan ini. Tentu mereka bertanya-tanya apa yang akan dilakukan si berandal ini.

Lucas bukan orang yang suka berurusan dengan gadis. Karena menurutnya ribet dan mau bagaimanapun dia tidak akan menang. Pepatah dengan kalimat cewek selalu benar tentu benar-benar mematikan. Bagaimana tidak, dia adu jotos bisa jadi pengecut karena memukul perempuan. Dia diam saja dibilang pengecut juga karena tidak berani. Dia adu mulut juga dibilang pengecut karena banyak bicara. Jadi apa yang bisa dia lakukan?
 
"Siapa yang mengijinkanmu duduk disini?" Tanya Lucas rendah.

Gadis itu mendongak terkejut dengan siapa sekarang dia berhadapan dan bagaimana seluruh kantin menatapnya.

"Aku tanya siapa yang mengijinkanmu duduk disini?" Lucas kini meninggikan suaranya membuat suasana kantin jadi semakin sunyi. Meminimalisir bunyi sekecil apapun.

Lucas biasa jajan di kantin kelas sepuluh karena menurutnya kantin kelas sebelas jajanannya tidak seenak kantin kelas sepuluh. Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya menginjakkan kaki di sekolah ini dan menjadi seseorang yang ditakuti karena sikapnya, ada seorang gadis duduk dengan nyaman di bangkunya.

"Kau mau pindah sendiri atau aku pindahkan?" Lagi.

Ara hendak menjawab sebelum tiba-tiba seseorang menggeser piringnya ke samping dan menyuruhnya bergeser, ganti dia yang menduduki tempat duduk Ara.

"Makanlah dengan tenang." Kata orang itu mengunyah pasta nya.

Lucas berdecak kesal. Ada apa dengan saudaranya hari ini? Biasanya dia tidak peduli apapun yang dia lakukan, kalaupun iya dia hanya bertanya secara pribadi bukan dengan aksi terang-terangan.

"Ada apa denganmu?" Tanya Lucas.

"Apanya yang apa?" L menirukan kalimat yang sering digunakan Lucas tetapi dengan gaya yang tidak terlalu peduli.

Dareen dan Hazel yang sejak tadi diam saja sudah duduk tanpa berkata apapun, dengan tangan Dareen menepuk pundak Lucas memintanya duduk saja.

Ara terkejut.

Dua orang yang sama. Wajah yang sama. Jadi mana yang kemarin malam yang.. yang...

"Apa kau baik-baik saja?" Tanya L begitu melihat Ara masih diam belum menyentuh makanannya.

Tergeragap terkejut, menatap L, "Ya?"

Kenapa suasana terasa mencekam sekarang? Tidak hanya satu meja yang menatapnya heran dan penasaran, tapi seluruh meja. Dia belum tahu apa-apa dan siapa-siapa. Tapi melihat mereka yang terlihat begitu menawan dengan decakan yang terus berbisik mengusik telinganya tentu ini bisa jadi awal yang buruk.
"Dia beruntung."

"Sial! L bicara padanya. Pasti aku sudah meleleh jika ada diposisinya."

"Apa dia tidak tahu apa-apa? L bicara padanya. Menakjubkan."

"Beraninya dia mendekati L ku."

"Dia pasti akan mati ditangan Lucas."

"Siapa sih gadis itu? Aku pertama kali melihatnya."

"Apa dia anak orang kaya?"

Huh! Ara mengangguk dan tersenyum pada L. "Aku baik-baik saja, Kak. Terimakasih sudah bertanya."

L mengangguk mengerti.

Lucas menatap kedua makhluk yang ada di depannya dengan pandangan tidak suka. Apa dia fikir ini sinetron?

"Kalian berkencan?" Celetuk Lucas membuat suasana kembali hening.

Ara hendak membantah tetapi hilang dalam suara berat L, "Tidak. Kami saling mengenal."

"Iyakah?" Lucas mendengus curiga. "Dia juga mengenalku. Bahkan tahu namaku."

Tidak ada tanggapan.

"Apa kau tahu namanya?" Kini Lucas bertanya pada Ara yang canggung dengan posisinya.

Tik

Tok

Tik

Tok

L menatapnya tajam dan mengangguk tak-apa sedangkan seluruh kantin menunggu tidak sabar. Bingung. Sebenarnya ada apa diantara mereka.

"Ee.... el."

L tersenyum menang. "Dia juga tahu namaku."

"Kalian ini sedang ngapain sih? Main drama? Theater? Dan kau murid baru. Sebenarnya siapa kau? Apa kau pacarnya Lucas? Tapi terjebak kencan dengan L? Apa kalian pikir ini drama korea?" Dareen mengacak rambutnya frustasi. Bingung. Sebenarnya ada apa diantara mereka?

Hazel hanya tersenyum dalam diam. Ada yang tidak beres dengan dua saudara ini. Hatinya menciut tiba-tiba. Sakit dengan interaksi biasa, tapi tidak biasa karena mereka yang melakukannya. Panah cupit menyakitinya dan mengoyak begitu perih melahirkan sebuah rasa cemburu yang sebenarnya tidak perlu.

Kantin kembali seperti semula. Cukup berisik tidak setenang tadi. Karena dia tahu, tenang juga bisa membuat situasi akan terus berada di fase darurat rawan meledak. Sampai pada akhirnya ada seorang siswa datang ke meja Lucas yang hampir kena damprat Lucas karena sudah mengganggunya makan.

"Tenang Luc." Ricky mengangkat kedua tangannya ke udara tanda menyari aman. "Dengar dulu. Motormu.."

"Motorku kenapa?"

"Mending lihat sendiri."

Seluruh meja saling pandang, lalu Lucas berlari menyusuri koridor menuju tempat motornya biasa terparkir di ikuti dengan orang-orang yang penasaran atau parahnya menduga apa yang akan terjadi karena sudah mencari masalah dengan Lucas.

Lucas berjalan cepat menerobos kerumunan dan melihat betapa mengenaskannya sekarang teman setianya, si sacul, motornya.

Dia menggertakan giginya dan mengepalkan tanggannya kuat berusaha meredam emosinya agar tetap tenang. Di depannya sekarang adalah satu-satunya hadiah dalam hidupnya. Satu-satunya yang memberinya penjelasan bahwa dia punya ibu, dan ibu sayang padanya. Ibu yang mencintainya dan mengingat hari ulang tahunnya. Ibu yang ternyata lebih memilih pergi meninggalkannya.

Spion rusak parah dengan coretan dan lecet dimana-mana.

Bangsat mana yang berani melakukan hal ini.

Pandangannya menyusuri seluruh parkiran sampai mata elangnya bertemu dengan tikus sawah kotor dan menjijikkan.

Dengan santai Lucas berjalan menghampiri junior yang tengah berdiri di depan ferrari merah kebanggaannya, terlihat ketakutan.

Deg!

Semua menelan ludah saat kedua mata saling berhadapan dengan jarak yang begitu dekat. 

"Kau dalam masalah besar, nak" Tanya Lucas mengangkat ujung bibirnya.

"Kak, maaf..."

Belum sempat orang di depannya menyelesaikan ucapannya, Lucas sudah terlebih dulu bertkata, "Jangan menyentuh apa yang tidak bisa kau perbaiki."

Lucas merilekskan tubuhnya santai. "Tenang, aku akan membuat semuanya menjadi..." ucapan Lucas menggantung dengan bersamaan tubuhnya yang menunduk mengambil sebuah batu dan pyaarr!! "Impas!" 

Tyar!!!

"Ups! Tanganku licin." ujar Lucas dengan wajah dibuat semenyesal mungkin.

Brengsek!!

Junior yang awalnya menyesal takut dan berusaha minta maaf, kini berubah memerah menahan amarah.

Tapi apa Lucas peduli? Dia bisa mendengar pekikan dari kerumunan orang, tapi tidak dia pedulikan. Biar mereka sadar, seharusnya tidak mencari masalah dengannya.

Lucas menatap Junior lagi dan mengeluarkan koin seratus rupiah, diberikan pada junior di depannya yang tidak bisa berbuat banyak.

"Ganti rugi bengkel. Cukup kan?" Lucas berdehem sebentar dan melihat hasil perbuatannya lalu berbalik.

Cih!

"Jangan karena kau senior jadi kau bebas melakukan apa yang kau mau. Kau pikir kau siapa?"

Lucas berbalik, "Jangan salah. Justru karena aku senior jadi aku bebas melakukan apapun. Dan tunggu, kau sendiri siapa?"

Dengan tubuh yang menjulang tinggi membuat Lucas sangat mudah mengintimidasi lawannya.

"Apa kau cucu pemilik yayasan?" Katanya sambil mendorong kening si tidak tahu diri.

"Apa kau anak orang kaya?" Lagi.

"Apa kau boss?" Lagi.

"Apa karena kau punya ferrari?" Lagi.

"Hei, nak! Apa aku harus terus melakukan ini biar isi kepalamu mencair?" Kini dengan dorongan lebih keras membuat junior itu terjatuh.

"Kau!"

"Cukup!" Lantang dan mengganggu. Lucas berbalik.

Gadis itu lagi. Apalagi sekarang?

"Apa yang kau lakukan di sekolah?" Tanyanya galak.

Lucas mengangkat satu alisnya. Anak perempuan yang tingginya tidak melebihi bahunya, bicara galak padanya? Woah.

"Apa kau tidak bisa melihat sampai harus bertanya?"

Gleg! Sial, desis gadis itu.

"Tapi... tapi ini sekolah. Harusnya kau tidak melakukan itu sekolah."

"Lalu harus dimana? Di rumahmu?"

Shit! Titisan apa sih ini anak, desis Ara lagi.

"Apa kau tidak diajari orang tuamu dengan baik?"

Lucas mengatupkan bibirnya kuat.

Berani-beraninya dia. Dia pikir dia siapa?

Mengabaikan junior begitu saja, Lucas berjalan mendekati mainan barunya yang terlihat takut dan was-was tapi berusaha untuk ditutupi.

Ara sampai harus mendongakkan kepalanya saat lelaki kelebihan kalsium tepat berada di depannya, menutupi matahari dan menyilaukan. Sulit untuk melihat bagaimana ekspresinya.

Dengan tubuh yang semakin menunduk, tentu ini bukan hal bagus. Kedua tangan mengunci bahunya agar tidak bergerak dan terus menatap ke arahnya.

Chup. Singkat. Cepat. Tapi membekas.

"Kau sudah kutandai. Jangan berfikir untuk lari."

Lucas berjalan menghampiri motornya lagi. Spion sudah hancur, tangki bensin penyok dengan jeruji dan kabel rem yang sudah mengenaskan.

Mengusap pelan motornya yang seperti mengusap anak anjing dia berdiri dan mengeluarkan ponsel.

"Pulang sekolah bisa jemput sacul enggak?"

"Kenapa lagi?"

"Biasa cidera, diganggu sepupu kuda liar jabrik merah-merah."

Setelah menutup telfonnya. Lucas beralih ke arah kerumunan.

"Puas?" Tanyanya dibalas dengan decakan kesal, heran dan parahnya ada yang kagum.

 ------------------------------------------------------

"Kau sudah kutandai. Jangan berfikir untuk lari."

Dia gila.

 ------------------------------------------------------

Hai \m/ Omega here. Glad to know you guys. Enjoy with me OK!!