L U C A S #5
#5
------------------------------------------------------
Leonardo? Leonidas?
------------------------------------------------------
Ara POV
Aku menyusuri koridor
menuju kelas. Diam sebentar melihat ke arah lapangan basket, dimana
seorang bertubuh jangkung dengan ciri khasnya kemeja yang tidak pernah
terkancing memamerkan kaos putih didalamnya mendrible bola dan gaya
andalannya three point si bundar meluncur mulus masuk ring.
Lucas. Seorang berandal
bernama lengkap Leonidas van lee. Meskipun biang onar sekolah, dia tetap
masuk dalam kategori most wanted, pujaan para siswi penganut bad boy
itu keren, bad boy itu gentle, bad boy itu ganteng, bad boy itu lebih
menantang dan bad boy lainnya. Tidak hanya itu, selain memang berwajah
oriental dengan mata sipitnya yang bisa tampak garang itu, Lucas
merupakan kombinasi yang unik. Dan misterius. Kurang ajar. Sangat kurang ajar karena menciumku secara tiba-tiba di depan banyak orang. Dia juga gila. Orang gila. Tapi sayang, tidak ada yang mendukung kicauanku. Dan menganggap aku gila karena sudah berhasil menggoda Lucas sehingga bisa dicium, di depan banyak orang. Romantis sekali.
Mereka semua memang benar-benar buta dengan wajah orientalnya sampai lupa tingkah pola buruk si berandal itu.
"Hei.." teman sebangku
ku, Freya mencolek lenganku. Sebisa mungkin aku menyembunyikan
kekagetanku takut ketahuan sedang melamun atau parahnya mengamati Lucas.
Tetapi sepertinya tidak berhasil,dia sudah tersenyum penuh arti, menaik
turunkan alisnya menatapku.
"Apa?" Tanyaku.
"Lucas?" Tebaknya. "Udahlah jujur aja, naksir kak Lucas kan?"
Entah kenapa akhir-akhir
ini dia gencar sangat menggodaku dengan kalimat yang sama, membuatku
jengah juga. Ini semua gara-gara pagi itu.
Lucas datang ke kelas
pagi-pagi sekali dan hanya ada Freya yang kebetulan kebagian piket jadi
berangkat pagi. Tanpa permisi dan menanyakan nama atau apapun, dia
datang dan menodong Freya dengan pertanyaan yang sebenarnya biasa. Tapi
karena Lucas yang mengatakannya jadi terkesan aneh.
"Teman Ara kan?"
Freya mengangguk,
menelan ludah. Ngeri. Didepannya saat itu adalah siswa paling ditakuti
di sekolah. Terkenal dengan tinju dan masalah-masalahnya. Apalagi kelas
masih sepi.
"Teman sebangku?"
Freya kembali mengangguk.
"Biasanya dia berangkat jam berapa?"
Kini Freya ganti menggeleng.
Lucas menggeram jengkel, membuat nyali Freya semakin menciut. Payah.. payah.. singa ngamuk.
"Kalau ditanya itu jawab!" Tandas Lucas. "Sariawan?"
"Eng... eng.. enggak kak."
"Yaudah. Lama-lama disini bisa buat anak orang kencing di celana."
Freya menutup matanya. Sialan!
Setelah Lucas keluar
kelas, yakin tidak ada tanda-tanda akan balik lagi, Freya menjatuhkan
dirinya ke kursi dan bernafas dengan brutal.
Gila! Makan apa orang itu kok bisa ngeri kaya gitu, gumamnya mengusap dadanya.
Ara menghembuskan nafasnya.
"Btw Ra, mending jangan naksir Lucas deh. Bahaya!"
Ara tahu dan sangat tahu. Freya sudah mengatakannya terus menerus.
Freya bukannya tidak
suka dengan Lucas. Benci bahkan dendam juga tidak. Seberani apa dia?
Tetapi sudah jelas Lucas anak yang bermasalah. Sedangkan aku anak yang
jauh dari masalah. Menurutnya, Lucas bukanlah orang yang tepat untukku.
Ya ya ya, dia sahabat yang baik. Dan tidak mau aku terjerumus dipergaulan yang salah.
Kalau kamu pacaran
Lucas. Kamu siap dapat pencerahan dari Bu Endang? Dapat pencerahan dari
guru-guru? Takut nanti prestasimu turun, jadi anak yang enggak bener
ikut-ikutan kaya Lucas. Kamu siap hidup keras seperti Lucas yang hidup
dikelilingi orang yang mengincar dan mengajaknya berantem? Kamu siap
dapat tatapan horror dari siswi yang suka sama Lucas? Kamu siap
ditindas, diatur sama gaya otoritas Lucas? Kamu mau... banyak lagi.
Tentu saja tidak!
Lagipula ini apa-apaan
sih. Siapa juga yang naksir sama Lucas? Berandalan kaya gitu buka tipe
ku. Kalau mau, aku pacaran saja sama saudaranya yang jelas jauh lebih
baik.
L. Seorang alien anti
sosial bernama lengkap Leonardo van lee. Gunung es. Salju abadi.
Seseorang super dingin tapi mendapat predikat nilai terbaik setiap
tahunnya, itu yang ku ketahui dari teman-temanku.
Mataku beralih melihat
seseorang yang tidak pernah jauh dari bukunya. Di pinggir lapangan duduk
dengan temannya, yang ku ketahui satu-satunya gadis yang bisa masuk
dalam kehidupan mereka. Beruntung!
Ah jujur aku iri. Dan
kuyakini Freya juga iri. Dia naksir juga dengan L, tapi tidak ada yang
bisa dia lakukan selain memandang dari jauh seperti sekarang. Lagipula
dia juga sadar diri, siapa dirinya.
Melihatnya yang sudah over pesimis terkadang juga membuatku kasihan.
Baginya, L itu android
berkepala dingin. Dia tidak akan menunjukkan ekspresi lain selain muka
datar atau parahnya hanya mengangkat satu alisnya. Bisa mati muda jika
pacaran dengan si beku. Tidak ada kalimat sayang, hal romantis atau
apapun. Pasti hanya selamat pagi, udah. Ya ampun hambar.
Ya itu benar. Tetapi
tidak sepenuhnya benar. Aku tidak begitu mengenal L karena dia bukanlah
tipe yang mudah menerima orang baru ataupun nyaman dengan situasi baru.
Itu juga membuatnya tidak punya banyak teman, padahal dia punya potensi
memiliki banyak teman jika mau.
Eh bukannya aku sok tahu. Tapi dia hanya bermain dengan Lucas, gadis bernama Hazel dan Dareen. Itu saja.
Tetapi akhir-akhir ini
aku menemukan hal baru yang justru membuatku tertarik dengan kak L.
Entahlah ini tertarik karena suka atau karena penasaran.
Dia tidak banyak bicara
juga bukan orang yang mau berbasa-basi. Tetapi karena kejadian di
perpustakaan beberapa hari lalu membuatku merasakan jantungku menggila
(lagi). Ini bukan seperti kejadian malam Lucas dulu. Mungkin dulu aku
terlalu polos dan menganggap jantungku berdetak karena suka, padahal
saat itu aku kan selesai lari. Jadi... begitulah.
Aku kembali ke dunia nyata. Kak L tengah mengusap kepala Kak Hazel, sayang. Aku merengut sendiri.
Cemburu? Bukan. Tetapi iri.
Lalu datang Lucas yang
sudah melepas seragamnya dan menyisakan kaos putih menutupi dada
bidangnya. Kok tahu? Hanya menebak. Biasanya orang ahli pukul kan
tubuhnya bagus.
Sudah biasa. Seperti
biasa. Dia menghampiri kak Hazel dan mengecup hidung gadis itu lalu
menjauh sebelum mendapat serangan jitak. Ckck~ bagaimana bisa aku
dianggap naksir sama Lucas yang tipe seperti ini. Ya ampun.
Aku tergeragap kaget
saat mata elang itu menatapku, mengunciku untuk tetap diam dan membalas
menatapnya. Sialan! Bagaimana dia bisa tahu kalau aku ada disini.
Sambil mengangkat ujung alisnya dia tersenyum miring dan mengedipkan matanya.
Ck! Dia benar-benar. Ada apa dengan orang itu. Menggodaku? Sudah tidak mempan! Justru sekarang muak.
Freya menyikutku yang ternyata masih ada disebelahku, dan sejak tadi aku abaikan.
Ya. Dia pasti melihat itu. Makanya dia menyikutku.
Huh! Aku membuang nafas
jengah. Malas membicarakannya. Aku masih memikirkan kalimat demi kalimat
yang Freya katakan mengenai siap atau tidak. Dan jawabanku tidak.
Tetapi melihat Lucas yang entah kerasukan setan apa kenapa sekarang
justru jadi terlihat mengejarku, membuatku takut dan juga muak.
Aku tidak suka dengan Lucas! Alasannya jelas, dia bukan tipe yang bagus untuk ku jadikan pacar.
Aku menggandeng lengan Freya mengajaknya menuju kelas.
------------------------------------------------------
Lucas POV
Basket? Bukan gayaku.
Hanya ingin saja karena aku tahu Ara suka melihat ke arah lapangan
basket jika pulang dari kantin. Yah, suka? Entahlah. Tetapi aku bertekad
untuk mendapatkannya. Alasannya? Tidak tahu. Ingin saja.
Tetapi belum juga aku
memulai langkah, justru aku melihat gerak-gerik menjauh dan juga
penolakan dari gadis itu. Shit! tidak bisa. Dia tidak bisa mundur dan
seorang Lucas bukanlah tipe yang menerima penolakan. Jadi jika cara
wajar tidak bisa membuatnya jatuh ke tanganku, tidak ada pilihan lain.
Aku harus mengambil langkah dan mengejarnya terus sampai dapat.
Aku melepas kemeja ku dan berjalan ke pinggir lapangan. Sudah ada L dan Hazel yang menungguku, juga Dareen yang sedang tiduran.
Seperti biasa L dengan
teman kencan setianya, buku dan Hazel yang tengah curi-curi pandang ke
arah saudara ku itu. Kalau saja ini bukan out door aku sudah tergelak
tertawa keras memegangi perut.
Friendzone? Shit relationship.
"A guy and a girl can be
just friends, but at one point or another, they will fall for each
other. Maybe temporarily, maybe at the wrong time, maybe too late or
maybe forever."
Aku sudah mengatakan ini
pada Hazel dan L. Tetapi Hazel hanya mengelak bahwa aku salah tetapi
jelas dia tidak berani menatapku. Dan itu buktinya dia berbohong.
Dan L? Dia mengabaikannya. Bahkan aku secara gamblang mengatakan Hazel menyukaimu, bro.
"Lalu kenapa?"
"Tembak lah. Dia naksir berat sama kamu."
"Tidak!" Tolaknya.
"Kenapa?" Tanyaku bingung.
"Teman jadi cinta bukan pertanda baik."
Selalu itu yang dia
katakan. Hah! Kadang aku tidak mengerti dengannya. Dia terlalu abu-abu.
Susah ditebak. Dia nyaman dengan Hazel, tetapi kenapa tidak pacaran
saja? Memang apa yang ditakutkan? Pertemanan jadi berantakan? Mana ada
seperti itu. Justru aku dan Dareen akan mendukung mereka. Apa dia
menyangka aku suka dengan Hazel? Hei.. hei.. jika dia menanyakannya dulu
tentu aku jawab iya. Tetapi sekarang? Tidak lagi. Aku sudah tertarik
dengan Ara.
Atau jangan-jangan ada gadis lain yang disukai L? Dan Ara?
------------------------------------------------------
L POV
Gadis lain?
Memang unik saudaraku yang tidak bisa diam ini. Dia terlalu suka ikut campur urusan orang. Padahal sudah jelas urusannya sendiri berantakan.
Hazel? Dia gadis yang
baik, perhatian, pintar, lucu, malu-malu, manis. Dia selalu bersikap
yang terbaik di depanku dan bertindak seolah seperti ibu bagiku,
meskipun itu sia-sia dan tidak ada gunanya tetapi aku menghargainya. Dia
tidak lebih dari teman yang sudah aku anggap sebagai saudara. Lebih?
Tidak akan. Aku tidak bisa memberi lebih padanya. Aku tidak ingin
menyakitinya dengan bersikap serakah karena memilikinya. Tidak! Lucas
menyukai Hazel, ya karena itu. Tetapi itu dulu dan sekarang? Perasaanku
sudah mati. Aku tidak bisa merasakan apapun lagi. Jadi percuma jika
Hazel terus bersikap begitu.
Jahat? Sepertinya
begitu. Bukannya aku tidak tahu perasaan Hazel padaku tetapi aku
pura-pura untuk tidak tahu. Aku tidak siap menolaknya secara blak-blakan
dan membuatnya menangis menjauhiku. Tetapi aku juga tidak bisa
membuatnya terus berharap padaku.
Sampai pada akhirnya perasaanku hidup kembali. Aku merasa asing dan aneh pada diriku sendiri.
Ara.
Gadis mungil yang enggan meminta tolong hanya loncat-loncat berharap bisa menggapai buku di rak paling atas.
Sebenarnya dia tidak mau meminta tolong atau takut meminta tolong?
Tetapi aku sesekali aku merasakan tatapannya ke arahku yang sibuk dengan bacaanku dan dengan earphone menyumpal telingaku.
Tidak ada lagu. Hanya tempelan. Jadi aku bisa mendengar gerutunya dan sesekali mengataiku tidak peka, dingin, benar-benar alien.
Hahaha oke cukup.
Aku berjalan ke arahnya. Berdiri dibelakangnya yang memunggungiku.
Sengatan listrik itu kuat saat aku meraih pundaknya untu mengambil buku yang dia inginkan.
Terkejut? Kaget?
Menunduk. Dia
menyembunyikan wajahnya, menerima buku ditanganku menggumamkan terima
kasih lalu pergi dengan tingkah yang konyol karena hampir menabrak meja.
Ceroboh! Aku tersenyum.
Bingung. Ini aneh.
Tersenyum? Aku mengedipkan mataku beberapa kali. Aku tersenyum? Pada gadis selain Hazel? Yang benar saja.
Dan dia Ara, gadis yang diincar Lucas.
------------------------------------------------------