WOLF #2

11:51 PM 0 Comments A+ a-

#2


 ------------------------------------------------------

Deg.. deg.. deg..

Jantungku berdetak gila-gilaan. Ternyata apa yang nanti ku lalui hari ini akan mengubah seluruh tatanan kehidupanku di sekolah yang kelam dua tahun belakang.

Tiga murid pindahan yang mengatasnamakan dirinya "Wolf" berjanji akan melindungi ku dengan kekuatan mereka. Sampai detik ini aku masih belum mengerti kekuatan apa yang mereka maksud. Apa itu berpindah tempat secepat kedipan mata? Atau melawan orang yang suka membully ku dengan api? Atau yang seperti di music video black magic? Entahlah. Mereka masih bungkam. Lebih tepatnya aku yang belum bertanya dan mungkin mereka menungguku untuk bertanya.

Aku belum menyetujui ataupun mengiyakan berteman dengan mereka, katakan saja aku malas tertipu dengan orang-orang yang mengaku akan berteman denganku lalu nanti akan membully ku juga. Huh.

Tadi pagi tepat bahkan saat aku belum menyelesaikan sarapanku, mobil sport merah menyala sudah terparkir manis di depan rumah reotku yang habis dimakan usia.

Kris, the hottes yang bisa membuat siapapun mimisan hanya dengan tatapannya yang tajam. Dia paduan yang menarik. Mungkin jika kita bertemu diwaktu dan tempat yang berbeda, sudah yakin aku akan terpesona dan jatuh cinta memuja makhluk sempurna ini. Jalan dengannya akan membuat seluruh wanita melirik dua kali dan berdecak iri padamu. Oh gee aku mulai banyak bicara.

Luhan, si cantik yang membuatku iri. Dia pria berwajah cantik dan imut. Tubuh tinggi kecilnya tidak membuatnya seperti gay atau yaoi, tetapi dia tetap gagah dengan senyumnya yang menawan. Plus dia sangat cerdas. Ini harus ku akui saat dia bisa menganalisis esai dengan cepat bahkan tanpa berkeringat. Dia seperti adik yang manis.

Dan terakhir Kai. Sudah jelas dari otot yang menonjol di lengannya pas, tidak berlebihan bahwa dia memiliki kekuatan lebih di fisik. Selain jago olahraga, Kai juga sangat ahli memainkan tinjunya. Itupun aku tahu dari Luhan yang selalu mengolok-olok Kai karena kerja fisiknya lebih cepat dari otaknya. Dia menawan. Playboy sejati. Huh, sudah sangat terlihat dari khasnya sang bintang lapangan.

Dan yeah disini aku sekarang. Di dalam mobil merah menyala,yang sudah terparkir manis menyita seluruh tatapan siswa siswi yang lewat. Menunggu siapa gerangan pemilik si kuda jingkrak ini.

Kris berada dibalik kemudi ahlinya. Yeah. Dia raja jalanan. Spidometer melesat tajam begitu dia menginjak gas. Gila. Disaat aku sudah berdoa dan takut tabrakan atau apapun yang kemungkinan bisa mencabut nyawaku, justru dia menganggap ini sebuah permainan yang menarik seperti di time zone. What the hell!!!

"Aku... sesak.. nafas..." kataku terbata-bata mengetuk jendela mencari udara segar.

Kris segera menurunkan jendela sehingga membuatku bisa menghirup udara luar dengan rakus.

"Kemarilah. Biar aku bantu lepas sabuk pengamanmu."

Aku kembali duduk bersandar mencoba rileks. Kris mendekat, begitu dekat sampai aku bisa mencium paduan cologne dan parfum mahal yang maskulin. Menyegarkan.

Luhan sudah menatapku khawatir dan aku hanya mengangguk untuk memberitahunya aku baik-baik saja. Jangan khawatir.

"Kalian mau membunuhku?" Akhirnya aku bisa bicara juga.

Mereka saling pandang dan kembali menatapku bingung.

"Kris tidak akan membunuhmu. Dia sangat profesional dengan mainannya." Kai memberitahu.

Yeah. Dan aku merasa hampir saja mau dibunuh. Di dorong ke jurang oleh tiga orang ini yang terlihat biasa saja dan sedangkan aku sudah siap mati.

"Kau tidak akan mati dengan mudah. Kami tidak akan membiarkannya." Kris menenangkanku. Menyenangkan khasnya. Yang tidak berhasil.

Luhan mengusap lenganku pelan dan tersenyum. "5 menit. Tenangkan dirimu 5 menit. Lalu kita akan mengguncang Sekolahan ini dengan kedatanganmu."

Aku mengangguk. Yeah Luhan yang manis.

Diam. Hanya memperhatikan beberapa siswa yang masih mengamati mobil ini.

"Sebenarnya siapa kalian? Aku tidak mungkin percaya pada kalian jika aku saja tidak tahu siapa kalian."

Mereka kembali saling pandang tersenyum.

"Wolf."

Singkat. Padat. Jelas.

"Apa kalian jacob? Hah? Apa ini twilight? Aku tidak mengerti apa yang kalian bicarakan!" Arght! Erangku frustasi.

"Siapa jacob? Apa dia lebih tampan dariku?" Tanya Kai seolah-olah tidak tahu. Ayolah siapa yang tidak tahu twilight dan jacob?

"Jangan ragu. Mari genggam tangan kami dan kau akan tahu segalanya." Kris meyakinkan. Tanpa menunggu gerak tanganku yang bagai siput, dia menarik genggaman tanganku dan memelukku tiba-tiba membuatku membentur dadanya yang keras.

"Gadis pintar."

Tidak sampai sana. Kai ganti mengusap kepalaku lebih tepatnya mengacak rambutku, mau tidak mau aku tersenyum.

Kami Wolf. Bukan Jacob atau siapapun yang kau sebut itu. Kami juga tidak tahu kenapa kami disebut wolf. Jelasnya kami berbahaya. Kami memiliki banyak sekali catatan kriminal. Itulah kenapa kami berbahaya. Tapi kami akan menjagamu. Kami akan melindungimu dari apapun. Kau akan jadi wanita baik yang kami jaga. Dan kami akan menjadi pria nakalmu yang menyenangkan.

Mereka bertiga keluar mobil dan berjalan keluar meninggalkanku yang masih terdiam. Saat Kai berbalik menatapku.

"Kau ikut?"

Dia berbalik dan membuka pintu mobil untukku. Aku segera turun dengan patuh dan terburu-buru.

"Wow kau bisa jatuh jika tidak hati-hati, Hana." Seru Kai mengomentari tingkahku.

"Maaf."

"Jangan membuatmu terluka jika tanpa kami, mengerti?"

Aku mengangguk begitu saja. Aura mereka benar-benar kuat jika satu lawan satu seperti ini. Aku tidak yakin bahwa pria dengan tangan yang tenggelam dalam saku celana dengan kupluk biru menutupi rambut hitamnya, adalah orang yang menggendongku ke UKS bagai seorang putri.

Kaki panjang memasuki pintu utama membuat semua orang menatap ke arah sana. Semua terkejut, takut, terbelalak, diam dan hanya memperhatikan mereka.

"Itu mereka."

"Mereka datang."

Bisik-bisik itu langsung terdengar tapi mereka mengabaikannya. Kris mengacak rambut yellow gold nya menjadi berantakan. Semua tercekat. Terpesona tapi takut sedangkan Luhan kembali menatap kebelakang.

"Aku rasa kita meninggalkan sesuatu." Kata Luhan pada Kris.

Sesuatu? Semua menduga-duga apa yang sekiranya mereka tinggalkan. Kris hanya mengangkat bahu malas. Yeah, mata kosongnya benar-benar menunjukkan bahwa dia tidak menyukai tempat ini. Membosankan.

"Nah itu dia." Luhan menunjuk.dengan semangat ke arah Kai dan... Hana, yeah kearahku.

Oh shit! Semua berkumpul mengelilingi kami. Apa ini Boys Before Flowers?

"Ini tidak mungkin."

"Si payah Hana."

"Siapa yang kau sebut payah?" Kris merespone dengan cepat ke arah gadis yang baru saja menutup mulutnya segera.

"Hana! Bukan kau." Belanya.

"Dia bagian dari kami. Jadi kau bilang kami payah?"

"Bukan seperti itu, tapi..."

Kris melangkah pelan. Akan tetapi kaki panjangnya menghasilkan langkah yang lebar membuatnya cepat sampai.

"Dia pasti mengompol dicelana." Gumamku.

"Wow, apa kau mau itu terjadi? Itu sangat mudah bagi Kris." Kai menimpali gumamanku dengan suara kerasnya.

"Apa yang kau inginkan Hana?" Kini Kris yang bertanya.

Aku diam menatap punggung lebar di depan sana, seluruh tatapan jijik yang ditujukan padaku, dan tatapan lembut Kai mengangguk mengisyaratkan katakan-saja.

"Buat dia mengompol." Kataku ragu-ragu.

"Sialan Hana!"

Aku menutup mataku ketakutan. Entah kenapa hal ini justru membuatku ketakutan setengah mati. Andai saja lengan kuat Kai tidak merangkulku. Mungkin.aku sudah jatuh pingsan di lantai saat ini.

"Ada yang ingin memberitahuku siapa nama gadis di depanku sekarang ini?"

Hening. Diam. Tidak ada yang menjawab.

"Angel."

Kai berseru keras. "Dia yang melempar bola ke arah Hana kemarin."

"Wow dia mengerikan." Komentar Luhan pada gadis yang sudah gemetar dibawah tatapan Kris.

"Bagaimana bisa seorang bernama malaikat menyimpan iblis di dalam tubuhnya?"

"Itu bukan urusanmu." Angel tipe yang keras kepala. Dia masih berusaha membantah meskipun aku tahu kandung kemihnya sudah penuh sekarang.

"Jangan membuatku mengulangi perkataanku lagi. Aku tahu kau tidak sebodoh itu untuk mencerna kalimat sederhana 'dia bagian dari kami', kau tahu?"

Semua meneguk ludah masing-masing termasuk aku. Dibully orang lain itu masih lebih baik. Tetapi ini Kris, semua wanita menginginkannya. Selain gemetaran, aku bisa melihat mata Angel tidak fokus melihat jakun dan seragam tanpa kaus didalam membalut tubuh atletis Kris.

"Apa yang kau lihat, Angel? Tubuhku? Kau ingin menyentuhnya?"

"Sial!" Desis Angel mencoba tidak terprovokasi.

"Jika kau menyentuhnya lagi. Kau dan keluargamu akan bertemu denganku dan keluargaku. Bukankah itu menarik?"

"Aku.. aku.."

"Ngomong-ngomong namaku Wu Yi Fan. Kau ingat? Keluargamu pasti ingat."

Angel meneguk ludahnya dan memilih mundur teratur. Yeah mengecewakan dia tidak mengompol, tetapi melihatnya yang ketakutan seperti anak anjing sudah cukup.

Kris membuka jalan untuk kami dengan Kai dan Luhan yang mengampitku. Aku bagai putri,putri yang sesungguhnya.

"Aku tidak tahu keluargamu begitu berpengaruh," kataku pada Kris yang kembali misterius.

"Dia anak orang kaya." Kai yag menjawab.

"Sangat kaya." Luhan mengoreksi. "Dia lah yang membebaskan kami dari seluruh apa yang telah kami lakukan. Itu karena uang dan kekuasaannya."

Belum sempat raut wah ku selesai tercetak, Kris sudah menatap dua temannya dengan pandangan mengeras. "Jangan bicara apapun."

Kai tersenyum nakal mendengarnya.

"Ayo masuk kelasmu, Hana."

Kai membuka pintu untukku. Sekarang aku tahu alasan kenapa dia playboy. Dia sungguh player yang menawan.

Pagi ini mengecewakan, aku tidak satu kelas dengan salah satu dari mereka. Itu artinya aku harus siap kembali ke dunia normal tanpa mereka. Inilah neraka ku.

PLAKK!!

Keras. Sakit. Memar. Panas.

Angel. Gadis itu menamparku dengan keras lalu menjambak rambutku kuat rasanya akar rambutku nyaris lepas dari ubun-ubun. Aku bersumpah ini menyakitkan.

"Kau murahan!"

"Jalang!"

"Brengsek!"

"Tidak tahu diri!"

Lalu melemparku kuat hingga perutku kecil ini membentur ujung meja, menohok keras.

Menjambak lagi dan lagi. Aku rasa rambutku sudah rontok karena tarikannya yang kuat. Ya Tuhan.

Mereka bilang mereka akan menjagaku.

"Apa kau tidur dengan mereka hah, jalang? Dengan imbalan kau jadi boneka yang mereka jaga?"

Oh Tuhan. Ini salah. Ini tidak benar.

"Boneka?"

Suara berat khas yang sangat aku kenal melepaskan cengkeraman di rambutku membuatku seketika terjatuh, lemas.

"Siapa yang kau panggil jalang?" Kris tampak murka. Benar-benar marah dan aku ketakutan menyadari dia sangat marah.

"Tato di punggung dan payudara kiri. Ada bekas luka di pangkal paha. Tindik di pusar dan tunggu... apa aku harus mengatakan semuanya disini?" Luhan lebih tenang tapi memiliki efek dashyat bagi Angel yang mencari pegangan terdekat agar membuatnya tetap berdiri.

"Kau fikir kami tahu darimana itu semua hm? Bahkan kau bukanlah tipe untuk kami jamah." Kai mengatakannya tapi tatapannya jatuh ke arahku, sedih.

"Apa kau juga ingin tahu berapa pria yang sudah suka rela membagi informasi penting itu pada kami dan beberapa foto."

"Kalian mengancamku?"

"Ini bukan ancaman sekarang." Kris sudah mengtak-atik ponselnya segera di rebut Angel dan terbanting hancur di sudut kelas.

Lalu keluar begitu saja.

Kris menatapku yang mengenaskan. Kai sudah terlebih dulu mengajakku berdiri menghampiri Kris. Yeah, tatapan kosong yang misterius. Tatapan paling dalam dan tidak tertebak.

"Maafkan kami." Ucapnya tulus.

"Tidak masalah." Aku meyakinkan, ini bukanlah salahnya.

"Hukum aku."

"Kris.."

"Hukum dia." Kini Luhan yang bicara.

"Oh ayolah.. ok aku akan menghukummu. Gendong aku menjauh dari tempat ini segera. Bagaimana?"

Kris mengangguk dan segera memanggulku bagai beras.

Yak! Kris!

Dia tertawa. Kai tertawa. Luhan juga. Akupun ikut tetawa karena mereka meskipun pusing karena posisi tubuhku yang terbalik.

 ------------------------------------------------------

Hai \m/ Omega here. Glad to know you guys. Enjoy with me OK!!