L U C A S #6
#6
------------------------------------------------------
Lucas entah sudah berapa kali menguap. Matanya sampai berair karena terus menerus menguap dan berusaha untuk tidak tidur.
Jam kosong dan dia malas berbuat sesuatu. Setelah menggusur Budi sang
ketua kelas yang bolotnya minta maaf, anak dari pemilik laundry
langganan sekolah yang juga memiliki penginapan khusus wanita dengan
harga murah meriah ini dipilih jadi ketua kelas dikarenakan dia
satu-satunya siswa yang tidak terjerumus aksi nakal, berandalan dari
Lucas. Lagipula wali kelas juga penganut paham pemimpin harusnya
laki-laki. Ah kasihan RA Kartini yang memperjuangkan emansipasi kaum
hawa jika wanita kurang dapat tempat untuk jadi pemimpin. Meskipun hanya
pemimpin kelas.
"Minggir!" Perintah Lucas pada Budi yang kurang kerjaan mainin jarinya.
"Hah?" Beberapa detik. "Oh iya ya. Ok." Budi menggeser tempat duduknya.
"Kok geser? Aku bilang minggir. Gimana sih, Bud?"
"Minggir kan..."
"Berdiri deh berdiri sekarang!" Bentak Lucas kesal. Kok bisa ya dia punya ketua kelas begini amat macamnya.
Sontak Budi berdiri dari kursinya dan sedikit bergeser karena
dorongan Lucas. Diam saja. Tetap berdiri diposisinya,memandangi Lucas
yang sudah nyaman di atas kursinya.
"Ngapain berdiri disini, Bud?"
"Kan tadi disuruh berdiri?"
"Ya ampun.. ya kalau aku duduk disini ya ganti kamu duduk di tempatku. Gimana sih? Gitu aja harus didikte!"
"Oh gitu ya? Iya deh." Balas Budi polos, seketika membuat seluruh kelas tertawa melihat wajah masam Lucas.
"Berantem yuk, Bud."
Budi menggeleng takut. Siapa yang tidak takut pada Lucas yng suka
marah-marah. Apalagi dia suka jadi korban jika Lucas sedang bosan.
Disuruh ini dan itu. Dibentak. Diganggu. Tapi memang setelah itu Lucas
akan menepuk bahunya dan bilang "Sorry."
Budi melihat ke arah mejanya, si topik pembicaraan akhirnya terlelap.
Sambil membenarkan posisi kacamatanya, Budi masih mengamati sosok
jangkung yang meringkuk di meja, menenggelamkan kepalanya diantara kedua
tangannya.
"Weih.. jangan bilang naksir Lucas, Bud! Dia emang jarang jalan sama
cewe tapi dia bukan homo." Dareen berbisik ikut menatap sohibnya yang
sepertinya kurang tidur.
"Tidak! Budi tidak naksir Lucas. Budi cuma takut catatan matematika Budi banjir liur Lucas."
"Bhaks! Yaelah Bud. Kirain.. ternyata catetan. Wah kacau, Bud. Lucas pinter buat pulau lho."
"Kok Pulau? Pulau kan ciptaan Tuhan."
Flat!! Ga jadi lucu.
Dareen salah sasaran ngajak bicara orang. Dia lupa Budi berbeda. Dia
lupa kerja otak Budi seperti lari, larinya kura-kura. Jokes jokes tidak
jadi lucu jika diceritakan pada Budi. Heran.. ini anak dulu emaknya
ngidam apa ya?
"LUCAAAAAAAASSSS!! MANA ORANG ITU HAH!!" Suara melengking dari arah
pintu, mengejutkan semua orang termasuk si tidur yang sedang mengucek
matanya.
"Bukankah dia junior itu?"
"Dia Ara kan?"
"Wah dia berani dengan Lucas? Pasti sudah terjadi sesuatu."
Semua orang berbisik pada gadis mungil yang ternyata cukup galak
dengan amarah yang meluap-luap mencari sosok jangkung yang sudah membuat
paginya seperti neraka.
Bagaimana... bagaimana bisa sepedanya yang terparkir manis di tempat
parkir kini berpindah di atas pohon, tergelantung. Sebenarnya apa yang
pria itu lakukan pada sepedanya hah? Dia mau cari mati apa?
"Oh kau..." Lucas mengucek matanya dan melirik jam dengan mata menyipit.
"Kau datang lebih cepat dari yang ku duga."
Ara masih dengan amarahnya berjalan menghampiri Lucas. Semua orang
diam mengikuti setiap langkah Ara menuju pojokkan kelas tempat Lucas
tidur tadi.
"Apa yang kau lakukan ha? Apa salahku? Kenapa kau harus menggangguku?
Aku tidak merasa melakukan kesalahan padamu. JANGAN
MENGGANGGUKUUUUU!!!"
Lucas hanya bisa menatap si mungil yang berteriak-teriak padanya lalu
pergi menjauh secepat mungkin seperti takut Lucas akan mengejar.
"Apa yang kau lakukan padanya, Bung?" Dareen penasaran.
Lucas hanya tersenyum lalu tertawa bertepuk tangan membuat
teman-temannya berfikir kalau anak ini benar-benar sudah gila sekarang.
"Aku memarkir sepeda buntutnya di atas pohon." Jelas Lucas santai.
"Kau gila!" Kini Adit memakinya.
"Kau keterlaluan, Luc." Hazel menatap Lucas kesal.
"Hei! Aku hanya menggantungnya diatas pohon, bukan merusaknya. Kalian
ini kenapa sih? Aku juga akan menurunkannya dengan mudah jika dia
meminta bantuan."
"Kau yang kenapa? Kau sangat menghindari anak perempuan. Kenapa sekarang?"
"Semua orang bisa berubah kan?" Lucas mengangkat bahunya santai.
"Aku mau melihat anak itu lagi. Sedang apa ya sekarang? Menangisi sepedanya?"
Semua orang menggelengkan.kepalanya.
"Aku rasa Lucas menyukai anak itu." celetuk salah satu gadis kuncir kuda yang selalu rapi dan tidak lepas, Nana.
"Tapi anak itu tidak suka Lucas. Ckck memang siapa sih yang mau punya pacar Lucas yang kaya gitu?" Teman sebangkunya menimpali.
"Vero! Kicauanmu nyaring juga ya jika tidak ada Lucas." Aditya kesal. Kenapa semua orang begitu mudah menilai buruknya Lucas?
"Apa sih anteknya Lucas!"
Hazel hanya menghela nafas. "Jika kau menyukai L, kau juga harus menyukai Lucas, Ver."
"Apa sih, Zel. Iya tahu kok, L kan sukanya sama kamu. Jadi tidak perlu seperti itulah."
"Sadar diri, Ver!" Kini ganti Dareen.
"Diam kamu, Homo!"
------------------------------------------------------
Lucas menyusuri koridor sambil melihat ke lantai bawah mencari sosok
mungil Ara. Apa dia sedang menangis sekarang? Ini baru awal. Langkah
awal. Menangis masih terlalu dini. Tapi bagus lah. Nanti kan bisa
peluk-pelukan kaya drama korea gitu, akhirnya luluh juga.
Sial! Lucas tergelak dalam hati. Kebanyakan nonton drama korea, otaknya jadi alay.
Setelah menuruni anak tangga, Lucas sampai di lapangan dekat tempat
parkir. Udara disana sangat sejuk, banyak pohon. Memang tempat parkir
dibuat menyatu dengan alam. Banyak pohon dan hijau.
"Kau baik-baik saja?"
"Sepedaku, kak." Rengek gadis itu.
Lucas mencari sumber suara dan menemukan punggung yang sama seperti
miliknya tengah jongkok depan gadis yang terduduk di tanah, menatap ke
atas pohon.
"L?"
Punggung itu berbalik berbarengan dengan gadis itu yang menatap benci padanya. "Ngapain kamu disini? Jahili aku lagi?"
Lucas mengabaikan teriakan Ara dan masih fokus pada saudaranya.
"Disini?"
"Oh.. Ara terluka karena berusaha mengambil sepedanya yang entah orang gila mana yang melakukannya." Sindir L.
"Orang gilanya tepat di depanmu."
"Aku tahu."
"Dan kau.. bocah." Tunjuk Lucas pada gadis yang masih duduk memegangi
lututnya. "Kenapa kau meminta bantuan dia, bukannya aku ha?"
Ara menatap horror Lucas. "Tidak sudi!"
"Kalian ini kenapa?" Kini L yang berbicara.
"Hei bocah.. sudah ku bilang kan. Katakan kau menyukai ku. Semuanya akan berjalan manis dan baik nanti."
Ara mendengus dan L menatap tak percaya.
"Kak L, bagaimana bisa kau punya saudara yang tidak waras seperti dia?"
"Apa maksudnya dengan mengatakan suka?"
"APA INI?? LUCAS, L, ARA! IKUT IBU KE RUANGAN SEKARANG!!!" Suara melengking Bu Endang siap menjebol gendang telinga semua orang.
Ketiganya hanya mendengus pasrah. L membantu Ara berdiri dan memapahnya membuat Lucas semakin kesal.
"Kalian sungguh kencan ya?"
"Berhenti bicara omong kosong!" L membalas yang pada akhirnya lebih memilih menggendong Ara karena beda tinggi mereka yang jauh.
"Kenapa berada di luar kelas saat kbm berlangsung?"
Ara meringis saat L mengusap lukanya dengan obat merah. Sedangkan Lucas hanya diam saja masih menatap mereka tak suka.
"Kalian cueki Ibu?"
"Bu, emang kapan sih Lucas ada di kelas saat kbm? Ini kan sudah biasa."
"Karena biasa, jadi kamu pikir bisa bebas seenak kepalamu? Kamu pikir ini sekolah nenek moyangmu?"
Mulai deh.
"Maaf, Bu. Saya tidak bermaksud bolos. Tadi saat lewat saya melihat
Ara terluka dan saya rasa dia butuh bantuan. Dan tepat Lucas ada disana.
Ini bukan hal yang disengaja."
"Ibu percaya padamu, L. Kamu memang anak yang baik, tidak seperti saudaramu. Kembar tapi tidak kembar."
Mulai deh.
"Jangan diskriminasi dong, Bu. Dendam banget dengan saya."
Bu Endang mengabaikan Lucas dan beralih pada Ara yang terduduk mengamati lukanya. "Bagaimana keadaanmu Ara? Sudah lebih baik?"
"Sudah, Bu. Terima kasih."
"Kenapa bisa sampai jatuh?"
"Ah.. itu.."
"Dia berusaha manjat pohon untuk mengambil sesuatu di pohon, lalu
terjatuh." L memotong begitu saja. Yeah, dia tidak suka Lucas selalu
dihukum meskipun memang salahnya. Dia tidak ingin mendengar lagi jarak
dia dan Lucas terlalu jauh di mata orang lain.
Ara hanya merengut. Darah memang lebih kental dari air. Menyebalkan.
------------------------------------------------------
L berusaha fokus pada perhitungan di papan tulis dengan guru yang
menjelaskan pada muridnya. Tapi perkataan Lucas tadi amat sangat
mengganggu dan terus berkeliaran di dalam kepalanya. Apa maksudnya?
Apa mereka berdua? Tidak. Lucas bukan tipe yang dekat dengan gadis manapun. Apalagi sampai memiliki hubungan khusus.
Masih belum terlambat.
"Ibu rasa percuma menjelaskan panjang lebar jika tubuhnya disini tapi
isi kepalanya kemana-mana." Sindir guru Akuntansi di depan.
"L, apa ibu kurang menarik sampai tidak kau perhatikan?"
L tersadar dari lamunannya dengan seluruh kelas menatapnya heran,
tidak biasanya. Yeah. Ini pertama kalinya dia seperti ini. Seketika dia
berdiri dan membungkuk meminta maaf.
"Baiklah, jangan ulangi lagi L. Ibu tidak ada waktu untuk menjelaskan dari awal. Tolong kontrol fokusmu."
"Baik, Bu. Saya mengerti."
Suasana kembali normal plus dengan bisikan yang sedikit mengganggu disekitarnya.
"Dia tadi terlambat masuk dan sekarang melamun. Aku rasa ada masalah serius."
"Yeah, tidak seperti biasanya."
L menghela nafas berusaha mengabaikan. Tapi mereka benar, ini tidak biasa. Ada yang salah.
Apa aku sungguh menyukai si mungil itu? Tidak mungkin. Tapi jika benar? Bagaimana dengan Lucas?
TBC~
1 komentar:
Write komentarCasino | Dr.MCD
ReplyJoin Dr.MCD today to discover more about Casino 남양주 출장안마 and Hotel, including games, specials, 화성 출장안마 games and 상주 출장안마 more. Experience 영주 출장마사지 Las 성남 출장안마 Vegas casino gaming at Apr 25, 2022Golden Nugget Casino